Kepala SLBN-A Citeureup Cimahi Sudirman mengatakan para alumni
dari sekolah disabilitas belum mendapat perhatian maksimal. Pasca lulus
sekolah, siswa masih harus bersaing di dunia kerja dengan lulusan yang
normal.
"Anak-anak masih harus bersaing di dunia kerja. Kenyataannya, kemandirian untuk anak-anak ini masih dianggap kurang," kata Sudirman, saat ditemui INILAH, Selasa (3/12/2013) yang bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh setiap 3 Desember.
Padahal menurut undang-undang, intansi pemerintah maupun lembaga perusahaan harus memberikan 'jatah' untuk penyandang disabilitas ini. Meski begitu, kenyataan di lapangan, siswa disabilitas yang telah menyelesaikan pendidikan masih tetap belum terberdayakan secara optimal.
"Makanya dalam pola pendidikan disabilitas ini, kita terapkan vokasional, kemampuan mereka dikembangkan dengan fokus pada keterampilan tertentu. Harapannya, setelah lulus, mereka bisa mandiri," jelasnya.
Dia mengaku, selama lebih dari 27 tahun bergelut dalam dunia pendidikan disabiblitas, belum menemukan angka signifikan terkait anak disabilitas yang bekerja pada intansi tertentu dengan menghargai keadaan mereka.
"Saya kira belum banyak penerapan undang-undang. Pada intansi Jasa Marga misalnya, rasanya, anak-anak tuna rungu mampu untuk menjaga karcis tol misalnya. Sampai saat ini, belum pernah menemukan seperti itu," ujarnya.
Melihat kenyataan tersebut, lembaga pendidikan yang dipimpinnya yang menaungi pendidikan untuk disabilitas mulai dari usia TK hingga SMA menargetkan untuk membangun pola pendidikan yang bisa memandirikan anak didik.
"Kebetulan yang sekolah di sini kategori A, intelektualnya tidak terganggu. Banyak siswa kami yang sudah kuliah dan bekerja," katanya. [ito]
"Anak-anak masih harus bersaing di dunia kerja. Kenyataannya, kemandirian untuk anak-anak ini masih dianggap kurang," kata Sudirman, saat ditemui INILAH, Selasa (3/12/2013) yang bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh setiap 3 Desember.
Padahal menurut undang-undang, intansi pemerintah maupun lembaga perusahaan harus memberikan 'jatah' untuk penyandang disabilitas ini. Meski begitu, kenyataan di lapangan, siswa disabilitas yang telah menyelesaikan pendidikan masih tetap belum terberdayakan secara optimal.
"Makanya dalam pola pendidikan disabilitas ini, kita terapkan vokasional, kemampuan mereka dikembangkan dengan fokus pada keterampilan tertentu. Harapannya, setelah lulus, mereka bisa mandiri," jelasnya.
Dia mengaku, selama lebih dari 27 tahun bergelut dalam dunia pendidikan disabiblitas, belum menemukan angka signifikan terkait anak disabilitas yang bekerja pada intansi tertentu dengan menghargai keadaan mereka.
"Saya kira belum banyak penerapan undang-undang. Pada intansi Jasa Marga misalnya, rasanya, anak-anak tuna rungu mampu untuk menjaga karcis tol misalnya. Sampai saat ini, belum pernah menemukan seperti itu," ujarnya.
Melihat kenyataan tersebut, lembaga pendidikan yang dipimpinnya yang menaungi pendidikan untuk disabilitas mulai dari usia TK hingga SMA menargetkan untuk membangun pola pendidikan yang bisa memandirikan anak didik.
"Kebetulan yang sekolah di sini kategori A, intelektualnya tidak terganggu. Banyak siswa kami yang sudah kuliah dan bekerja," katanya. [ito]
Sumber: http://www.inilahkoran.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !